Hak Merek
HAK ATAS MEREK adalah hak ekslusif yang diberikan negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Merek di bedakan atas :
a. Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
b. Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
c. Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/jasa sejenis.
Menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pembeda (pengenal);
b. Melindungi masyarakat konsumen ;
c. Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;
d. Memberi gengsi karena reputasi;
e. Jaminan kualitas
Jenis
· Merek
dagang
Merek
dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya.
· Merek
jasa
Merek
jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
jasa-jasa sejenis lainnya.
· Merek
kolektif
Merek
kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Berbeda
dengan produk sebagai sesuatu
yang dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu
produk, karena merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk
(kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan
bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
Menurut
David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik
berupa logo,cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang
penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang digunakan suatu badan usahasebagai penanda
identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk
membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan
usaha lain]
Merek
merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan
intelektual.
Secara
konvensional, merek dapat berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar,
atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.
Di Indonesia, hak merek
dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
Jangka waktu perlindungan untuk merek adalah sepuluh tahun dan berlaku surut
sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan dapat diperpanjang,
selama merek tetap digunakan dalam perdagangan.
FUNGSI MEREK
· Tanda
pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain
atau badan hukum lainnya.
· Sebagai
alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan
mereknya.
· Sebagai
jaminan atas mutu barangnya.
· Menunjukkan
asal barang/jasa dihasilkan.
Fungsi pendaftaran merek
· Sebagai
alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan.
· Sebagai
dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya
yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis.
· Sebagai
dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama
pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenis.
PENDAFTARAN
MEREK
Yang
dapat mengajukan pendaftaran merek:
· perseorangan (Bld. persoon),
· badan hukum (Bld. rechtpersoon),
dan
· pemilikan
bersama (gabungan perseorangan dan badan hukum.
Undang-Undang Hak Merk
Undang-undang yang mengatur tentak hak
merk adalah Undang-Undang nomor 15 tahun 2001. Secara umum, penjelsan mengenai
Undang-undang nomor 15 tahun 2001 adalah sebagai berikut :
Salah
satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa
sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di
masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang
sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan
teknologi informasi dan transportasi telah menempatkan dunia sebagai pasar
tunggal bersama. Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat
iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini Merek memegang peranan yang sangat
penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional
yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi
Merek, diperlukan penyempurnaan Undang-undang Merek yaitu Undang-undang Nomor
19 tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31)
selanjutnya disebut Undang-undang Merek lama , dengan satu Undang-undang
tentang Merek yang baru.
Beberapa
perbedaan yang menonjol dalam undang-undang ini dibandingkan dengan
Undang-undang Merek lama antara lain menyangkut proses penyelesaian permohonan.
Dalam undang-undang ini pemeriksaan substantif dilakukan setelah Permohonan
dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan substantif
dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya Permohonan. Dengan
perubahan ini di maksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah Permohonan
tersebut di setujui atau ditolak dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk
mengajukan keberatan terhadap Permohonan yang telah disetujui untuk didaftar.
Sekarang jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 3 (tiga ) bulan lebih
singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang-undang Merek –lama.
Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman secara keseluruhan akan
dipersingkat pula jangka waktu penyelesaian Permohonan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Berkenaan
dengan Hak Prioritas dalam Undang-undang ini diatur bahwa apabila Pemohon tidak
melengkapi bukti penerimaan permohonan yang pertama kali menimbulkan Hak
Prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya Hak Prioritas.
Permohonan tersebut diproses seperti Permohonan biasa tanpa menggunakan Hak
Prioritas. Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya Permohonan yang
merupakan kerugian bagi Pemohon. Untuk itu perlu pengaturan yang dapat membantu
Pemohon untuk mengetahui lebih jelas alasan penolakan Permohonannya dengan
terlebih dahulu memberitahukannya kepadanya bahwa Permohonan akan ditolak.
Selain perlindungan terhadap Merek Dagang dan Merek Jasa dalam Undang-undang
ini diatur juga perlindungan terhadap indikasi geografis, yaitu tanda yang
menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor lingkungan geografis,
termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Selain itu juga diatur mengenai indikasi asal. Selanjutnya mengingat Merek
merupakan bagian dari kegiatan perekonomian/dunia usaha, penyelesaian sengketa
Merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga
diharapkan sengketa Merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.
Sejalan dengan itu, harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan
masalah sengketa Merek seperti juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya.
Adanya
peradilan khusus untuk masalah Merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual
lain, juga dikenal di beberapa negara lain seperti Thailand. Dalam
Undang-undang ini pun pemilik Merek diberi upaya perlindungan hukum yang lain,
yaitu dalam wujud Penetapan Sementara Pengadilan untuk melindungi Mereknya guna
mencegah kerugian yang lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan kesempatan
yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa dalam undang-undang ini dimuat
ketentuan tentang Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dengan
undang-undang ini terciptalah pengaturan Merek dalam satu naskah (single text)
sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya. Dalam hal ini
ketentuan-ketentuan dalam Undang- Undang Merek lama yang substansinya tidak
diubah, dituangkan kembali dalam Undang-undang ini.
LATAR
BELAKANG UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Sasaran
pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya
keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang
berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan
industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan
sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat
sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga
di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang
kaya dan yang miskin.
Dengan
memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut,
maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan
sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin
ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat
terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus
pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses
produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi
ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu
sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang
secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam
rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini
disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara
sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat
membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang
menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan
industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan
kerja yang luas.
UNDANG-UNDANG NOMOR 5/1984
Menurut
UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa tujuan pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional
adalah
Pembangunan Manusia
Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional
adalah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan
jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah
tercapainya struktur
ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung
oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan pangkal tolak
bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya
sendiri;
c. bahwa untuk mencapai
sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri
memegang peranan yang
menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang
dan terpadu dengan
meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya
alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan
hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan
industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara
menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal
20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2048);
3. Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara
Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG
PERINDUSTRIAN
KONVENSI
INTERNASIONAL TENTANG HAK CIPTA
Latar Belakang
Perlindungan
hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau
manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk
mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan
itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan
itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional.
Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu
Berner Convention dan Universal Copyright Convention.
Berner Convention
Konvensi bern yang mengatur tentang
perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di
Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi
serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada
tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908.
Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya
secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada
tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling
baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45
Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang
dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi
ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang
sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu
hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta
yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan
pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang
diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung
dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas
dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang
dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya
terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan kepada negara
berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang
melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak
melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan
ekonomi, social, atau cultural.
Universal Copyright Convention
Universal Copyright Convention mulai
berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari
orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat
dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak
mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan
demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara
berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap
hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa
yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi,
sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan
antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan
kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan
umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta
ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada
pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu
dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Berner
Convention
Konvensi bern yang mengatur tentang
perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di
Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi
serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada
tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908.
Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya
secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada
tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling
baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45
Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang
dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta dalam
konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil
bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun.
Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak
cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan
diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya
perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa
sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini
memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan
oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara
langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan kepada negara
berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang
melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak
melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan
ekonomi, social, atau cultural.
ISI PERJANJIAN
Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya
melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain
yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka
adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta
Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di
Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan.
Namun, sekadar
memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya
apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu
dengan yang lainnya, kaerna hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu
sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di
sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara
yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada? Karena itu,
Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus
diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi,
Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh
undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.
Hak cipta
di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara
eksplisit.
Konvensi
Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi,
akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya
meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan
perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropadengan Petunjuk untuk
mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi
Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu
dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah
pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu
tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.
Negara-negara
yang terkena revisi perjanjian yang lebih tua dapat memilih untuk memilih untuk
memberikan, dan untuk jenis-jenis karya tertentu (seperti misalnya piringan
rekama suara dan gambar hidup) dapat diberikan batas waktu yang lebih singkat.
Meskipun
Konvensi Bern menyatakan bahwa undang-undang hak cipta dari negara yang
melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa
"kecuali undang-undang dari negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka
masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan di negara asal
dari karya itu", artinya si pengarang biasanya tidak berhak mendapatkan
perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya,
meskipun misalnya undang-undang di luar negeri memberikan perlindungan yang
lebih lama.
Universal Copyrigt
Convention (UCC)
Merupakan suatu hasil kerja PBB melalui
sponsor UNESCO untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak
cipta yang berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada
sebagian angota masyarakat internasional yang menganut civil law system,
berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian
anggota masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok pada
Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di negara-negara
Amerika Latin dan Amerika serikat.
Universal Copyright Convention mulai
berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari
orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat
dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak
mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan
demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara
berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap
hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Sumber
:
Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu
Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005.
0 komentar:
Posting Komentar